Jakarta, 10 Januari 2024 – REPNAS Bersama INDIGO Network Mengadakan Diskusi dengan tema “Untuk Kebaikan Ekonomi Indonesia : Keberlanjutan Atau Perubahan” yang diadakan di Menara 9 Kebayoran Baru Jakarta pada hari Rabu, 10 Januari 2023.
Hadir sebagai Narasumber Diskusi ; Dr. Anggawira (Ketum REPNAS), Tedjodiningrat Broto Asmoro (Founder INDIGO), Radian Syam (Direktur Ekskutif INDIGO Network), Myrdal Gunarto (Peneliti INDIGO Network), Lucky Bayu Purnomo (Peneliti INDIGO Network), Ferry Latuhihin (Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran), Ajib Hamdani (Ekonom).
Anggawira sebagai Ketum REPNAS dalam memberi sambutan mengatakan ; “Kita mengangkat tema ekonomi karena sebenarnya dalam konteks Pemilu ini isu aktual itu isu ekonomi. Harga-harga sembako agar terjangkau, lalu lapangan pekerjaan. Isunya siapa yang bisa solve the problem ekonomi itu yang akan getting the voters. Menurut saya kita harus membedah dari 3 paslon yang ada ini mana strategi ekonominya yang memang paling realistis dan sangat mungkin untuk langsung bisa jalan. Jangan sampai terlalu banyak transisinya, kalau bisa harus ada transisi lain langsung tune. Karena biasanya kalau banyak bongkar pasang-bongkar pasang nantinya tidak jalan-jalan.
Kalau dari 3 paslon ini ada beberapa tema besar yang diangkat. Yang 01 mengangkat secara langsung perubahan, 02 keberlanjutan, 03 agak tidak jelas antara keberlanjutan dengan perbaikan atau seperti apa. Saya ingin menggarisi Bung Ajib menyampaikan bahwa ketiga-tiganya punya target pertumbuhan ekonomi diatas 6%. Karena mereka meyakini kalau kita mau lolos dari middle income trap kita harus punya pertumbuhan diatas 6%. Kalau masih 5% ini agak sulit untuk bisa lolos dan sebenarnya window kita kemarin sama covid hampir 2 tahun. Ini yang memang membuat konsolidasi fiskal dan rencana kita juga ibaratnya itu jadi bukan balik ke titik 0. Planning yang sudah disusun itu tidak bisa berjalan sesuai sebagaimana rencana. Banyak refokusing yang tadinya Pak Prabowo sampaikan. Betul adanya bahwasanya rencana strategis yang sudah dilakukan untuk pembelian alutsista misalnya harus dipending terlebih dahulu karena ada yang lebih urgent yaitu soal kesehatan covid dan pemulihan ekonomi.
Kita juga terkadang dalam konteks ekonomi ini harus fleksibel juga dan adaptif merespon berbagai macam soal bukan hanya yang terjadi didalam negeri. Tetapi merespon yang terjadi di eksternal. Ada penyelesaian konflik itu dengan perang antara Ukranine dengan Russia di abad ke-21. Tidak kepikiran kenapa tidak harus diplomasi dan kenapa harus tembak-tembakan. Belum selesai ada perang lagi di Palestine dan Israel. Itu tidak rasional lagi, banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan. Ini harus bisa kita respon dengan suatu kesiapan dan saya melihat secara khusus memang kita harus punya ketahanan ekonomi dalam negeri yang kuat. Kita harus memperkuat sektor pangan kita. Yang paling relevan dan tidak membutuhkan suatu teknologi yang tinggi itu sangat bisa dilakukan. Apalagi keunggulan kompatitif dan komparatif sebagai negara tropikal dengan jumlah luas lautan dan daratan yang sangat luas dengan berbagai macam biota.
Seperti food estate walaupun sekarang banyak Pro Kontra menurut pandangan saya sebagai Alumni IPB saya melihat ini harus dilakukan. Hanya membangun pertahanan ini seperti membangun sebuah generasi. Tidak bisa dalam jangka waktu pendek. Indonesia seperti ini saja butuh stainsteel yang dilakukan oleh Belanda ini berapa tahun dan generasi orang bisa nanam teh, kopi ini bisa ratusan tahun. Jangan dianggap bikin lumbung pangan atau food estate dikritik 2 tahun harus selesai itu tidak mungkin. Minimal 10 tahun karena pengolahan tanahnya, bibitnya yang bagus pakai apa, sistem pengairannya. Saya yakin itu bisa dengan kemajuan teknologi,” tutupnya.