Kamis, 30 November 2023 – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meluncurkan catatan kritis terhadap dokumen visi-misi ketiga Calon Presiden dan Wakil Presiden pada gelaran Pemilihan Umum 2024 mendatang. Catatan ini merupakan upaya membangun diskursus publik terkait Hak Asasi Manusia menjelang hari pencoblosar pada 14 Februari 2024 nanti. Ketiga Capres-Cawapres kami anggap masih berkutat pada gimmick politik dan belum menyentuh aspek-aspek yang lebih substansial. Kami pun belum menemukan satupun Capres yang telah menjabarkan strategi utuhnya untuk memperbaik! pekerjaan rumah di sektor HAM dan demokrasi yang belakangan situasinya tak kunjung
membaik.
Dalam catatan ini, KontraS memberikan catatan bahwa faktor track record dan latar belakang masing-masing calon belum dijadikan pertimbangan utama dalam diskursus pemilihan Presiden. Padahal dalam kerangka hak asasi manusia yang berlaku secara universal penting untuk melangsungkan uji pemeriksaan yang komprehensif terkait rekam jejak dan kompetensi calon pejabat negara dalam kerangka vetting mechanism.
Dari diskursus yang sudah mencuat di publik, salah satu Calon Presiden yakni Prabowo Subianto diidentikan sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab pada kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu, khususnya penghilangan paksa. Akan tetapi, Presiden Joko Widodo yang menang dua kali atas Prabowo pada kontestasi sebelumnya pun tak berhasil menuntaskan tragedi tersebut hingga menemukan seluruh korbannya. Jokowi justru mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan pada awal periode keduanya. Begitupun salah satu Calon Wakil Presiden yakni Mahfud MD yang tak dapat berbuat banyak sebagai Menkopolhukam dalam menunaikan janji penyelesaian pelanggaran HAM berat. Belum lagi track record lainnya seperti halnya Ganjar Pranowo dalam kaitannya dengan isu lingkungan hidup dan Anies Baswedan yang masih diingat sebagai aktor politik identitas serta baru satu periode memimpin Jakarta, sehingga pengalamannya dalam mengelola negara patut dipertanyakan. Kesemuanya calon belum tuntas menjelaskan terkait catatan-catatan rekam jejak buruk tersebut.
Lebih jauh, wacana serta komitmen terkait HAM dalam dokumen visi-misi menjadi sangat penting, mengingat peran vital dan sentral seorang Presiden nantinya. Dokumen ini dapat menjadi pijakan ‘penagihan’ bagi siapapun yang terpilih untuk dapat menunaikan janjinya. Dalam sistem negara Presidensialisme seperti Indonesia, Presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara. Sementara dalam konsep state responsibility, negara memiliki setidaknya tiga tanggungjawab yakni obligation to protect, to respect dan to fulfil. Maka nasib dari penegakan HAM ke depan akan sangat bergantung dari keinginan politik (political will) dari Presiden. Lebih spesifik, dalam Undang-Undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM misalnya, Pengadilan HAM Ad Hoc dapat terbentuk atas produk politik berupa Keputusan Presiden.
Masuk ke dalam aspek substansi, KontraS menilai bahwa masih banyak catatan yang harus dikembangkan dari hal-hal yang sudah tercantum dalam dokumen visi-misi ketiga Capres – Cawapres tersebut Ketiga Capres nampak belum sepenuhnya serius mengkaji dan memperdalam aspek HAM, sehingga yang tercantum dalam dokumen visi-misi bersifat seadanya saja. KontraS menyimpulkan bahwa ketiga Capres – Cawapres baik pasangan Anies – Muhaimin, Prabowo – Gibran hingga Ganjar – Mahfud masih miskin analisis serta wacana mengenai HAM. Hal ini menunjukan keterbatasan pemahaman Paslon dan tim terkait permasalahan HAM aktual dan kontemporer di Indonesia, sekaligus juga dapat dimaknai bahwa HAM belum menjadi prioritas utama sehingga besar potensinya untuk dikesampingkan ketika kelak berkuasa.
“Hal yang paling fatal dari bahasan terkait HAM tentu saja terdapat salah satu Paslon tidak mencantumkan agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dalam agenda kerjanya. Hal tersebut menunjukan ketidak inginan Paslon tersebut untuk menyelesaikan beban sejarah dan dosa bangsa di masa lalu. Padahal negara di tahun 2023 ini baru saja mengakui telah terjadi 12 kasus pelanggaran HAM berat.” Ujar Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS.
Dimas menambahkan “Kami pun menyoroti ketiga dokumen visi-misi Capres yang tidak membahas agenda reformasi institusi keamanan seperti halnya Kepolisian, Tentara dan Intelijen. Padahal salah satu faktor penting dari terus berulangnya kasus pelanggaran HAM yakni belum maksimal dan tuntasnya agenda reformasi sektor keamanan dijalankan oleh pemerintah pasca reformasi. Agenda-agenda seperti reformasi peradilan militer, siasat untuk menghapus kultur kekerasan aparat, penempatan aparat baik TNI-Polri di jabatan sipil sehingga menguatkan fenomena multifungsi TNI-Polri pun tidak sama sekali terbahasakan dengan baik dalam visi-misi ketiga Paslon ini.”
Dalam penutupnya, KontraS menilai penting bagi masyarakat, akademisi, mahasiswa serta seluruh kelompok yang berkepentingan untuk menagih keseriusan dan komitmen para calon Presiden – Wakil Presiden dalam agenda penegakan HAM, perbaikan kebebasan sipil, pengetahuannya mengenai reformasi sektor keamanan, perbaikan institusi, sikap anti diskriminasi, keberpihakan terhadap kelompok minoritas, komitmen perlindungan terhadap lingkungan beserta masyarakat adat, bagaimana keberpihakannya terhadap kaum buruh dan mereka yang dimarginalisasi serta masalah-masalah lainnya.